MEMBUAT PARAFRASA
A. Memahami Parafrasa
Pernahkah Anda mendengar istilah parafrasa? Istilah parafrasa mungkin sering muncul dalam pembahasan puisi. Salah satu cara untuk memahami puisi adalah dengan membuat parafrasa terhadap puisi tersebut, yaitu dengan menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas kalimat pendek yang menjadi ciri khas puisi. Setelah ada penambahan, puisi tersebut berubah menjadi uraian prosa atau cerita. Artinya, wajah asli puisi tersebut telah berubah menjadi prosa, namun kandungan makna atau pengertian dari isi puisi tidak berubah. Hal seperti itulah yang disebut parafrasa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, parafrasa adalah penguraian kembali suatu teks atau karangan dalam bentuk atau susunan kata yang lain dengan maksud dapat menjelaskan maknanya yang tersembunyi. Pengungkapan kembali suatu tuturan dan sebuah tingkatan atau macam bahasa tertentu menjadi macam yang lain tanpa mengubah pengertiannya.
Membuat parafrasa bukan hanya pada puisi ke prosa saja, tapi juga bentuk bahasa yang lain, seperti mengubah penggunaan kata kepada kata yang sepadan atau bersinonim, mengubah kalimat aktif menjadi bentuk pasif, kalimat langsung menjadi tidak langsung, mengubah bentuk uraian menjadi bentuk ungkapan atau peribahasa yang memiliki kesamaan arti. Pada tataran wacana yaitu mengubah wacana panjang menjadi bentuk rangkuman atau ringkasan. Dalam karya sastra, mengubah puisi ke prosa atau sebaliknya, mengubah bentuk dialog drama ke prosa atau sebaliknya. Jadi, pada hakikatnya parafrasa adalah mengubah atau mengalihkan suatu bentuk bahasa menjadi bentuk bahasa yang lain tanpa mengubah pengertian atau kandungan artinya.
Parafrasa juga termasuk menceritakan kembali sesuatu yang telah didengar ke bentuk tulisan atau mengalihkan bentuk bahasa lisan ke bentuk bahasa tulisan. Misalnya, seseorang diperdengarkan sebuah cerita kemudian ia mencoba menguraikan kembali cerita tersebut dalam bentuk wacana atau karangan. Tentunya penggunaan kalimat dan pilihan katanya tidak sama dengan cerita aslinya karena dituangkan dengan menggunakan bahasa sendiri, namun inti cerita tidak berubah.
Pada pembahasan kali ini, akan diuraikan cara membuat parafrasa dari sebuah wacana atau teks tertulis ke bentuk yang lebih ringkas. Hal-hal apa yang harus diperhatikan dan bagian-bagian mana yang harus diabaikan sehingga terjadi perubahan bentuk dengan tetap mempertahankan ide atau gagasan pokok sesuai teks aslinya.
B. Cara Memparafrasa Wacana
Wacana atau teks tertulis merupakan bentuk karangan yang terbagi atas beberapa paragraf. Setiap paragraf terdiri atas unsur kalimat utama dan kalimat penjelas seperti yang telah diuraikan pada Bab 10. Kalimat-kalimat penjelas dapat berupa uraian yang penting dapat juga hanya perincian yang mengungkapkan contoh, ilustrasi, dan perumpamaan-perumpamaan. Kita harus tahu mana bagian yang berisi hal-hal pokok atau penting dan mana yang bukan.
Untuk memparafrasakan sebuah teks tertulis, langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. Bacalah teks yang akan diparafrasa secara keseluruhan.
2. Pahami topik atau tema dari teks tersebut untuk teks berbentuk narasi pahami pula alur atau jalan ceritanya.
3. Carilah kalimat utama pada setiap paragraf untuk menemukan gagasan atau ide pokok paragraf tersebut.
4. Catatlah gagasan pokok setiap paragrafnya.
5. Perhatikan kalimat penjelas, pilahlah kalimat penjelas yang penting dan buanglah yang hanya berupa ilustrasi, contoh, permisalan, dan sebagainya
6. Pilihlah kata atau kalimat yang efektif untuk menceritakan kembali. Jika perlu gunakan kata yang sepadan atau ungkapan yang lebih mewakili pengertian yang panjang, tetapi dapat dipahami.
7. Ceritakan atau uraikan kembali dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dan ringkas.
Di bawah ini adalah contoh sebuah wacana dan proses parafrasanya.
Kewirausahaan merupakan fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang tersebar dan berkelanjutan, serta memperkuat proses demokratisasi suatu bangsa. Pengembangan kewirausahaan bermakna strategis bagi kemakmuran dan daya saing suatu bangsa. Hasil studi ACG Advisory Group mengindikasikan pendidikan formal secara umum berpengaruh terhadap kemampuan berwirausaha, tapi belum mampu menstimulan peserta didik memiliki kemauan berwirausaha. Hal ini disebabkan pendidikan formal di Indonesia saat ini hanya berfokus pada upaya mengembangkan sisi pengetahuan peserta didik memahami bagaimana suatu bisnis seharusnya dialankan dan bukan pada upaya mengembangkan sisi sikap untuk berwirausaha serta pengalaman berwirausaha.
Fenomena ini disebabkan sistem pendidikan di Indonesia yang lebih menekankan pada sisi hard skill daripada sof skill sehingga sisi kognitif peserta didik yang lebih diutamakan daripada sisi afektif dan psikomotoriknya (Lead Education 2005). Akibatnya, lulusan pendidikan formal secara umum memiliki pemahaman pengetahuan yang relatif baik mengenai kewirausahaan, tapi tidak memiliki keterampilan dan mind-set berwirausaha.
Pendidikan ’pengetahuan’ kewirausahaan telah diajarkan secara intrakurikuler baik sebagai mata kuliah/mata pelajaran yang tersendiri maupun sebagai bagian (topik bahasan) dari mata kuliah/mata pelajaran dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. Sayangnya, pembahasan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal lebih didasarkan pada mengajarkan substansi buku teks, daripada memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik untuk berwirausaha sehingga tidak mampu mengubah pola pikir dan sikap agar peserta didik memiliki kemauan dankemampuan berwirausaha. Fenomena ini dibuktikan dari banyaknya lulusan perguruan tinggi yang menganggur (11,7% dari 6 juta orang lulusan perguruan tinggi), dan hanya kurang dari 5% lulusan perguruan tinggi yang akhirnya membuka usaha sendiri.
Perubahan sistem pendidikan tinggi dan orientasi masyarakat untuk kuliah perlu diubah untuk mengurangi pengangguran lulusan perguruan tinggi padamasa mendatang. Kurikulum pendidikan tinggi yang berbasis pengetahuan perlu diubah ke arah kurikulum yang berbasis kompetensi dan mendidik kemandirian. Pengembangan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan pertambahan masalah pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia pada masa mendatang.
Perubahan kurikulum ini memerlukan dukungan bahan ajar yang atraktif dan praktis sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik, serta peningkatan kualitas guru dalam memahami kewirausahaan dan keterampilan teknis lainnya. Guru diharapkan mampu membekali keterampilan praktis kepada siswa didiknya yang bermanfaat untuk membuka usaha, seperti : pendidikan memasak, menjahit, membuat kerajinan tangan, dan sejenisnya. Perubahan pola pendidikan ini akan menghasilkan lulusan pendidikan formal yang memiliki pola pikir untuk berwirausaha serta mempunyai keterampilan dasar yang bermanfaat untuk berwirausaha kelak di kemudian hari.
Hal-hal pokok yang terdapat dalam wacana di atas adalah seperti berikut.
1. Kewirausahaan merupakan fondasi pertumbuhan ekonomi dan memperkuat proses demokratisasi suatu bangsa.
2. Pendidikan formal di Indonesia hanya berfokus pada upaya mengembangkan pengetahuan bagaimana suatu bisnis harus dialankan bukan mengembangkan sikap untuk berwirausaha.
3. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan sisi hard skill bukan sof skill /sisi kognitif bukan afektif dan psikomotorik.
4. Pola pendidikan ini tidak mengubah pola pikir dan sikap peserta didik agar memiliki kemauan dan kemampuan untuk berwirausaha.
5. Lulusan perguruan tinggi menganggur 11,7% dari 6 juta orang dan hanya di bawah 5% lulusan yang membuka usaha sendiri.
6. Perubahan sistem pendidikan tinggi dan orientasi masyarakat harus kuliah perlu dilakukan.
7. Perubahan kurikulum memerlukan dukungan bahan ajar yang atraktif dan praktis sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik serta guru dalam memahami kewirausahaan.
8. Perubahan pola pendidikan ini akan menghasilkan lulusan pendidikan formal yang memiliki pola pikir untuk berwirausaha serta memiliki keterampilan dasar yang bermanfaat untuk berwirausaha kelak di kemudian hari.
Parafrasa wacana seperti berikut.
Kewirausahaan merupakan fondasi dan penguat pertumbuhan ekonomi dan demokratisasi suatu bangsa. Pendidikan formal secara umum berpengaruh dalam mengembangkan kewirausahaan, namun belum dapat menstimulan peserta didik untuk mau berwirausaha. Sistem pendidikan di Indonesia baru mengembangkan sisi kognitif yaitu memahami proses bisnis bukan menumbuhkan sikap berbisnis. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan hard skill daripada sof skill. Hal ini menyebabkan lulusan perguruan tinggi menganggur 11,7 % dari 6 juta orang dan hanya kurang dari 5% yang membuka usaha sendiri. Perubahan pendidikan formal termasuk orientasi masyarakat yang mengharuskan kuliah perlu dilakukan. Namun, hal itu perlu didukung oleh bahan ajar yang atraktif dan praktis serta guru yang memahami kewirausahaan. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan lulusan pendidikan formal memilki pola pikir untuk berwirausaha dan mempunyai keterampilan dasar untuk modal berwirausaha kelak di kemudian hari.
MEMBUAT PARAFRASA LISAN DALAM
KONTEKS BEKERJA
(Sumber : Majalah Ikan+Mancing, Januari 2003)
A. Pengertian Parafrasa.
Parafrasa mengandung arti pengungkapan kembali suatu tuturan atau karangan menjadi bentuk lain namun tidak mengubah pengertian awal. Parafrasa tampil dalam bentuk lain dari bentuk aslinya, misalnya sebuah wacana asli menjadi wacana yang lebih ringkas, bentuk puisi ke prosa, drama ke prosa, dan sebaliknya. Parafrasa cenderung diuraikan dengan menggunakan bahasa si pembuat parafrasa bukan diambil dari kalimat sumber aslinya apalagi membuat parafrasa secara lisan.
Memparafrasakan suatu tuturan atau karangan secara lisan bisa dilakukan setelah mendengar tuturan lisan atau setelah membaca suatu naskah tulisan. Hal itu lazim dilakukan oleh orang yang sudah terbiasa membuat parafrasa. Untuk mereka yang baru dalam taraf belajar, langkah membuat parafrasa ialah dengan cara meringkasnya terlebih dahulu. Namun, harus diingat parafrasa disusun dengan bahasa sendiri, bukan dengan bahasa asli penulis.
B. Cara Membuat Parafrasa
Berikut adalah hal yang perlu dilakukan untuk membuat parafrasa dari sebuah bacaan.
(1) Bacalah naskah yang akan diparafrasakan sampai selesai untuk memperoleh gambaran umum isi bacaan/tulisan.
(2) Bacalah naskah sekali lagi dengan memberi tanda pada bagian-bagian penting dan kata-kata kunci yang terdapat pada bacaan.
(3) Catatlah kalimat inti dan kata-kata kunci secara berurut.
(4) Kembangkan kalimat inti dan kata-kata kunci menjadi gagasan pokok yang sesuai dengan topik bacaan.
(5) Uraikan kembali gagasan pokok menjadi paragraf yang singkat dengan bahasa sendiri.
Membuat parafrasa lisan berarti uraian tertulis yang telah dibaca atau yang telah didengar, diungkapkan kembali secara lisan dengan kalimat sendiri dengan menerapkan teknik membuat parafrasa sama seperti di atas.
Teknik membuat parafrasa lisan adalah seperti berikut.
(1) Membaca informasi secara cermat.
(2) Memahami isi informasi secara umum.
(3) Menulis inti atau pokok informasi dengan kalimat sendiri.
(4) Mencatat kalimat pokok atau inti secara urut.
(5) Mengembangkan kalimat inti atau kata-kata kunci menjadi pokok-pokok pikiran yang sesuai dengan tema/topik informasi sumber.
(6) Menyampaikan atau menguraikan secara lisan pokok pikiran tersebut dengan menggunakan kata atau kalimat sendiri.
(7) Jika kesulitan menguraikannya, hal di bawah ini dapat membantu:
(a) Gunakan kata-kata yang bersinonim dengan kata aslinya.
(b) Gunakan ungkapan yang sepadan jika terdapat ungkapan untuk membedakan dengan uraian aslinya.
(c) Ubahlah kalimat langsung menjadi tidak langsung atau kalimat aktif menjadi pasif.
(d) Jika berbentuk narasi, bisa menggunakan kata ganti orang ketiga.
C. Memparafrasakan Puisi Menjadi Prosa
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memparafrasakan puisi menjadi prosa ialah seperti berikut.
(1) Bacalah atau dengarkan pembacaan puisi dengan seksama.
(2) Pahami isi kandungan puisi secara utuh.
(3) Jelaskan kata-kata kias atau ungkapan yang terdapat dalam puisi.
(4) Uraikan kembali isi puisi secara tertulis dalam bentuk prosa dengan menggunakan kalimat sendiri.
(5) Sampaikan secara lisan atau dibacakan.
D. Pola Penyajian Informasi Lisan
Beberapa pola penyajian atau penyampaian informasi secara lisan adalah seperti berikut.
1. Pola Contoh
Parafrasa dengan pola contoh dikembangkan memerinci atau memberikan ilustrasi untuk menjelaskan ide pokoknya.
Contoh:
Pohon pisang merupakan pohon yang banyak fungsinya. Selain buahnya, daun dan batangnya dapat dimanfaatkan. Daun pisang dapat digunakan untuk membungkus, sedangkan batangnya dimanfaatkan untuk membuat perhiasan dalam pernikahan.
2. Pola Proses
Parafrasa diuraikan dalam bentuk proses, dengan memerinci cara kerja, langkah-langkah atau tahapan pelaksanaan. Parafrasa dengan pola ini berbentuk uraian ekspositoris.
Contoh:
Berikut ini adalah proses pembuatan lumpia.Pertama, tumis bawang bombai dan bawang putih sampai harum. Kedua, masukkan daun bawang dan ayam cincang, masak selama kurang lebih tiga menit. Ketiga, masukkan jagung manis, jamur kancing, bayam, lada, gula pasir, dan bumbu penyedap secukupnya. Keempat, aduk sampai rata jagung dan bumbu-bumbu tersebut sampai layu. Terakhir, masukkan larutan maizena sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk kurang lebih lima menit dan sisihkan.
3. Pola Sebab Akibat
Parafrasa dengan pola ini diawali dengan mengemukakan atau menggambarkan hal-hal yang menunjukkan sebab dan akhiri dengan suatu akibat.
Contoh:
Mencuci dengan sabun deterjen dapat memudarkan warna tekstil atau bahan pakaian. Memudarnya warna pakaian terlihat seperti lusuh dan usang. Pakaian lusuh tidak layak untuk dipakai. Akibatnya, banyak orang tidak menggunakan lagi sabun deterjen untuk mencuci pakaian.
4. Pola Urutan/Kronologis
Parafrasa pola ini pemaparannya diuraikan berdasarkan urutan waktu dan rangkaian kejadiannya. Parafrasa pada pola urutan/kronologis bersifat narasi. Contoh:
Saya mendengar suara kentongan, sepertinya itu pedagang bakmi lewat. Saya pergi keluar dan membuka pintu pagar, lalu memanggilnya. Ia berhenti. Pedagang itu seorang laki-laki. Dia bertanya, “Mau pesan berapa porsi?” Saya jawab “Satu porsi saja.” Kemudian, laki-laki itu menyiapkan bakmi sesuai pesanan saya. Setelah bakmi selesai dibuat, saya memberikan uang lima ribu rupiah untuk membayar bakmi kepada pedagang keliling itu, kemudian saya masuk ke rumah, dan pedagang berlalu dari depan rumah saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar